JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom BNI Ryan Kiryanto menilai,
pemerintah sengaja memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini.
Hal tersebut untuk menekan inflasi dan neraca transaksi berjalan agar
tidak terperosok lagi mengalami defisit.
"Perlambatan ekonomi
ini sesungguhnya direncanakan. Bahasa medisnya, kita memasuki masa
detoksifikasi dimana kolesterol jahat seperti inflasi dan defisit
transaksi berjalan, kita bereskan," kata Ryan saat diskusi di kantor
Kementerian Perekonomian Jakarta, Rabu (25/9/2013).
Ia
menambahkan, sejauh ini detoksifikasi masalah perekonomian Indonesia
belum selesai seperti rupiah yang masih tertekan dan indikasi makro
ekonomi yang juga mengalami pelemahan. Padahal, pelemahan mata uang
suatu negara ini memang sedang mencerminkan fundamental negara tersebut.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS hari ini berdasarkan
Bloomberg, mengalami pelemahan 0,13 persen menjadi Rp 11.488 per dollar
AS dibanding perdagangan kemarin. Sementara secara bulanan mengalami
kenaikan 0,7 persen (mtd) dan secara kalender mengalami pelemahan 16,8
persen (ytd).
"Indonesia memang mengalami dua penyakit kronis
itu yang harus diselesaikan cepat atau lambat. Ini memang nanti akan
berimplikasi ke kurs rupiah," jelasnya.
Saat ini, pemerintah pun
sudah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Di
antaranya individu yang memerlukan pinjaman valas ke luar negeri harus
lapor baik besaran maupun jatuh temponya. Di sisi lain, pemerintah juga
menaikkan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) dalam rangka mengerem
impor.
"Namun bagi investor asing yang masuk ke dalam negeri dan
dia memproduksi bahan baku atau bahan setengah jadi di Indonesia demi
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, akan diberi insentif fiskal,"
jelasnya.
Namun Ryan menganggap bahwa solusi yang dilakukan
pemerintah ini belum bisa dirasakan dalam jangka pendek. Sebab hal
tersebut memerlukan waktu untuk penerapannya secara menyeluruh ke semua
wilayah Indonesia.
Sekadar catatan, pemerintah kembali merevisi
pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir tahun hanya sebesar 5,5-5,9
persen, dari sebelumnya 5,9-6,2 persen. Bahkan di kuartal III-2013 ini
diperkirakan kembali melambat atau minimal sama dengan di kuartal
II-2013 sebesar 5,81 persen. Nilai tersebut lebih rendah dari pencapaian
di kuartal I-2013 sebesar 6,01 persen.
SUMBER: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/09/25/1956105/Ekonomi.Indonesia.Sedang.Detoksifikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar